25 Desember 2007

untuk ibu...(meskipun telat)

Saya sedikit terpaksa memuat ucapan selamat hari ibu buat ibu saya di blog ini. Ini saya lakukan karena setelah beberapa kali saya coba hubungi HP ibu saya, ternyata tidak aktif. Saya juga telah lebih dari 10 tahun tak pernah bertemu beliau. Apalagi lebaran idul fitri kemarin semestinya saya bertemu beliau, tapi saya masih tertahan di tanah orang. Rantau.

Jadi:

SELAMAT HARI IBU
(Maafkan kesalahan nanda, bu...)

21 Desember 2007

menyelam(i) dalam(nya) semangat juang mahasiswa

Saya sebenarnya agak males nulis saat ini. Terlebih dengan teror dari keluarga yang mempertanyakan kabar saya saat ini. Termasuk juga teror kawan-kawan yang menanyakan kapan saya kawin, "kan, dah makmur..", kata mereka. Jujur aja (saya berani utarakan karena nggak mungkin keluarga saya main internet kecuali Firo, adek saya yang maniez) saat ini kondisi psikologi saya agak ngedrop, kantong saya juga drop abizz... karena saya masih nggak jelas... Kalo ada yang nanya, "kan dah jadi staf dewan?", maka akan saya jawab, "itu adalah amanah, bukan lahan maisyah..."

Tapi saya beranikan untuk menulis karena saya punya satu cerita optimistis yang saat ini menjadi salah satu alasan dari alasan-alasan lain kenapa saya mau bertahan di Batam. Saat ini potongan-potongan puzzle potensi mahasiswa di Batam mulai sedikit demi sedikit terlihat bentuknya. Inilah yang membahagiakan saya, yang mengembalikan semangat saya untuk bersabar dan bersabar dalam ujian. Selain dukungan kawan-kawan saya, tentunya.

Subhanallah, potensi-potensi itu mulai terkumpulkan, dari satu menjadi sepuluh dan seterusnya, semakin bertambah. Saya salut dengan semangat juang mereka. Semangat yang menuntut untuk diberdayakan. Semangat "revolusioner", mengambil dari kata Almh Dyah Miftah.

Tapi saya takut semangat itu hanya ada di awal, tak bertahan lama. Seperti bunga matahari yang mengikuti gerak matahari. Saya takut mereka hanya bersemangat jika ada yang bersemangat. saya takut semangat itu terbangun bukan dari kesadaran mereka kenapa mereka harus berjuang. Saya takut semangat itu tidak dilandasi kepahaman.

Meskipun terdapat doktrin ikhlas hingga tsiqoh (percaya) pada yang lain, tapi tanpa kepahaman, kegigihan itu akan keropos didalamnya, dan akhirnya mudah tumbang atau ditumbangkan. Banyak kisah tentang aktivis kampus yang futur (lemah semangat) dan insyilakh (berlepas diri) karena kurangnya kepahaman tentang esensi dan kesabaran dalam berjuang.

Semoga kalian tetap teguh berjuang, tentunya dengan lurusnya pemahaman.

18 Desember 2007

warning bagi aktivis kampus (catatan buat A&N juga)

Dunia kampus itu dunia idealita bukan realita. Ketangguhan dan ketegaran semasa di kampus tak menjadi jaminan imunitas ketika sudah lulus dan kembali ke masyarakat. Kita bisa menghitung berapa banyak aktivis yang kemudian banyak berlepas dari majelis imannya setelah dia lulus, hatta dia seorang leader di lembaga kampus.

Kenyamanan, pengawasan serta rasa gengsi pada sesama aktivis merupakan alasan kenapa sang aktivis tetap kokoh bertahan dalam idealita selama di kampus. Tapi cobalah lepas ia di masyarakat. Mampukah ia menghadapi godaan?

Di Batam, tempat saat ini saya berada misalnya. Ada seorang mantan aktivis kampus yang kualitasnya top abis mengalami kefuturan (lemah semangat) selama hampir setahun, bahkan tak lagi datang dalam pengajian pekanan karena dia kalah bertarung melawan lingkungannya yang hedonis-kapitalis. dan sekarang alhamdulillah dia mulai kembali menata semangatnya, kembali dalam majelis iman.

Peristiwa di atas saya yakin juga banyak terjadi di beberapa daerah. Permasalahannya adalah banyak aktivis kampus yang tak memiliki kesiapan untuk berjuang sendirian, bahkan sekedar mempertahankan diri pun tak disiapkannya. Padahal hanya berkisar 4 tahunan ia di kampus, dan setelah itu kembali lagi di tengah masyarakat. Mungkin tak akan banyak perubahan idealita jika selesai kuliah ia tetap bertahan di kota kampusnya berada atau daerah yang jumlah aktivisnya melimpah. Karena ikatan ukhuwah dan nasehat iman mudah didapat. Tapi berbeda bila ia berada jauh dari komunitas yang memiliki kepahaman yang sama dengan dirinya.

Sehingga, terutama bagi engkau yang masih berstatus aktivis kampus, tempalah ketahanan iman kalian untuk siap dalam kesendirian berjuang! Bila selama di kampus banyak kau temui partner lembaga yang tak maksimal bekerja, banyak aktivis yang tak berkarakter sempurna, atau sering lemahnya ikatan ukhuwah dan berbuah kecewa di hatimu, maka hal itu akan lebih banyak kau temukan jika kau kembali di masyarakat. Bersiap siagalah!

17 Desember 2007

apa kabar FOSMI?

Tadi siang tiba-tiba saya dapat sms penyemangat dari seorang adik angkatan di FH UNS. Anak FOSMI (Forum Silaturahmi Mahasiswa Islam, lembaga dakwah kampus). Saya sendiri agak lupa-lupa ingat orangnya yang mana, tapi saya berucap syukur masih ada yang mau mengingatkan dan menyemangati saya.

Saya pun akhirnya kembali teringat masa lalu. Masa-masa di kampus. Masa indah jadi destroyer ketika MUBES FOSMI, kenangan saat SIDANG, SAKSI dan PK. Menyaksikan beberapa kali pergantian ketua, menjadi caretaker ketika ada masalah, jadi tukang jual brownies dan makan sahur keliling untuk menambah kas FOSMI, spesialis cuci piring dalam acara dauroh-dauroh FOSMI. Bahkan saya masih ingat tiba-tiba mata saya sembab berurai air mata, menangis, ketika DePe (Dian Pranowo) terpilih jadi ketua FOSMI. Saya ingat semuanya.

Tapi bagaimana kabar FOSMI sekarang? Penuh semangat ukhuwah kah? atau terlibas dalam arus pragmatisme kuliah? Masihkah kader-kadernya bersemangat melakukan kerja-kerja dakwah?

logika perut

Ada uang ada makan,
ada logika dan kerja

Sebaliknya...

Tak ada uang tak ada makan,
mencuri?


Naudzubillah

14 Desember 2007

sakit-sakit dahulu, perhatian kemudian

Dulu saya pernah punya adik angkatan yang lucu. Dia menjadikan sakitnya sebagai sarana silaturrahim (yang kemudian kadang saya tiru untuk melihat ukhuwah kawan-kawan saya). Ketika dia sakit, dia siapkan buku untuk mencatat siapa saja yang menjenguknya. Bahkan jika ternyata ada kawan yang dikenalnya tidak datang berkunjung, dia akan SMS atau telepon mengabarkan kalau dia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Bahkan yang lebih seru lagi, dia membandingkan jumlah pembesuknya dengan pembesuk kawan-kawan lainnya yang sakit, termasuk pembesuk ketika saya sakit. Siapa saja yang datang dan siapa yang tidak datang.

Ketika saya tanyakan mengapa dia melakukan hal tersebut. Dengan enteng dia menjawab, "mas, kapan lagi mereka akan peduli dengan saudaranya kalau bukan saat saudaranya sakit". Simple kelihatannya, tapi ada benarnya juga. Seringkali saya melihat ketika ada kawan yang sakit, baru saat itu orang memberikan perhatian yang lebih, berbeda jika kawan itu dalam keadaan sehat. Terutama dikalangan aktivis kampus. Saya banyak menyaksikan kehebohan jika ada diantara teman seorganisasi atau sekost-kostan sakit, apalagi typhus atau demam berdarah, dan masuk rumah sakit. Banyak diantara mereka saling berkirim SMS, mengabarkan kawan yang sakit. Bahkan kadang orang yang sakit seringpula tidak dikenal. Yang penting SMS dikirimkan, mengabarkan si fulan/fulanah sakit. Dan saat seperti inilah ukhuwah itu tumbuh. Maka tidak salah jika rasulullah memberikan hak yang harus ditunaikan terhadap saudara kita jika dia dalam keadaan sakit. Kita jenguk dan do'akan.

Tapi pernah juga ada kawan yang hampir memutus tali silaturrahmi gara-gara tak banyak kawannya membesuk saat dia sakit. Atau ada pula kawan yang kecewa karena seringnya dia membesuk, tapi begitu giliran dia yang sakit, hampir semua orang, terutama yang pernah dibesuknya tak membesuknya.

Aneh,bukan. Begitulah adanya. Sakitlah dahulu, maka kawan-kawanmu akan memperhatikanmu. Sakitlah dan ujilah tingkatan ukhuwah kawanmu

13 Desember 2007

dia

Saya kira setiap orang pasti pernah dihadapkan pada masa-masa sulit. Masa dimana kemampuan individu kita tak lagi mampu mengatasi masalah yang kita hadapi. Pada akhirnya kita butuh seseorang untuk paling tidak sekedar menjadi ruang berkeluh kesah atau mengais simpati dan keteguhan, itu intinya.

Maka bersyukurlah bagi anda yang telah menemukan potongan rusuk anda. Berbaik-baiklah dengannya. Dan jadikan kehidupan anda dan kehidupannya merupakan kebun dan anda berdua petaninya. Tanamlah apa yang baik bersama-sama, karena rasa lelah dan penantian pada apa yang anda tanam itu kelak menuai hasil. Sabar kata kuncinya.

Dan jika kemarau menghalau musim tanam. Bukan anda atau dia yang bersalah. Inilah ujian dari Allah SWT untuk anda berdua. Agar cinta anda bermekaran di tengah kemarau. Cinta pada dia dan Dia.

Dan bila bukan kemarau tapi hama yang menyerang kebun kalian. Sehingga pupus pengharapan anda akan masa depan. Kembalikan keyakinan anda, dekaplah dia serta. Allah SWT tak akan memberi ujian di luar batas kemampuan manusia. Pasti ada jalan keluar. Hadapilah dengan senyum bukan amarah dan dengki.

Pilihan yang rumit dan maaf pada keluarga

Saat ini hampir saya tak lagi memperhatikan studi S2 saya yang terbengkalai. Banyak hal yang saat ini justru mendesak-desak pada fisik dan pikiran saya untuk lebih dulu diselesaikan.

Saya hanya bisa mengharap maaf dari keluarga dan orang-orang yang telah berkorban untuk kehidupan saya. Saya hanya bisa meminta maaf jika saat ini saya tak bisa memberikan yang terbaik (menurut mereka) bagi keluarga.

Pilihan yang sulit, memang! Dan saya tak menyesali pilihan yang telah saya ambil.
Maafkan saya

12 Desember 2007

“Semoga menjadi batu karang”

Kalimat diatas diucapkan oleh seorang kawan yang memiliki hoby yang sama dengan saya, suka tantangan. Kami kebetulan pernah satu amanah, jadi sangat nyambung kalau bicara, apalagi membahas seni dan anak-anak jalanan, nyambung banget lah... Kawan saya ini belum lulus tapi punya semangat untuk berkelana ke negeri-negeri yang menantang (apalagi dengan latar bahasa inggrisnya yang markotop, pasti kesampaian, deh...)

Lontaran kalimat diatas terucap ketika sebelumnya saya mendapat SMS dengan ketikan huruf ”A” darinya. Yang kemudian saya balas dengan meneleponnya. Dan terlontarlah banyak kalimat dari bibirnya...mulai dari tanya kabar hingga bertanya tentang medan juang di Batam. Kami pun sempat tertawa dalam selingan kalimat canda. Maklum, nostalgia masa lalu. Dan kemudian diakhir teleponnya dia berujar, ”Asyik, nih... kayaknya tertantang untuk ke Batam. Menyenangkan ujian-ujiannya. Btw, semoga Antum Bisa menjadi batu karang. Semangat, ya”.

Subhanallah, saya terhenyak dan berucap syukur. Di tengah gelisah (kalian bisa baca tulisan saya dari mulai soal sakit hingga tulisan bernada marah) yang menyayat keteguhan saya saat ini, dia membangun kembali semangat dan ketegaran itu. Serasa air es yang memberi kesejukan dan mengembalikan tenaga. Sungguh saya sangat bersyukur... Dia mengingatkan kembali akan hakikat perjuangan ini. Tabiat jalan yang memang penuh rintangan. Banyak cibir, tak banyak pesona. Dia mengingatkan betapa sulit menata hati menapakinya.

Terima kasih kawan, saya memang berharap laksana batu karang. Setiap saat ombak menerjangnya, kadang besar, kadang kecil. Tapi tetap tak bergeming.

Saya memang sangat berharap laksana batu karang. Di sana ikan-ikan dan biota lainnya menjadikannya tempat berteduh membangun peradaban.

Betul sekali, saya memang berharap bisa menjadi batu karang. Tegar diterpa ombak. Bermanfaat dalam ruang kehidupan.

Terima kasih kawan, terima kasih atas do’anya. Semoga Allah mempertemukan kita dalam kesempatan lainnya. Terima kasih... Dan segeralah lulus, ummat menantimu.

03 Desember 2007

entahlah, yang ada cuma marah...

HARI INI SAYA BENAR-BENAR MARAH KARENA APA YANG SAYA LAKUKAN BANYAK NGGAK JELASNYA. BANYAK YANG TAK MERESPON

SEMUA ORANG TERKESAN LEPAS DARI TANGGUNGJAWAB DAN MENCARI AMAN MASING-MASING. YANG ADA CUMA SALING MENYALAHKAN DAN MENYALAHKAN...

HANYA ADA RASA CURIGA, SEAKAN TAK LAGI MEMILIKI RASA PERCAYA, PADAHAL TELAH LAMA MEREKA DITEMPA UNTUK SALING PERCAYA DAN BEKERJASAMA...

SAYA SENDIRI JUGA DALAM POSISI YANG TIDAK JELAS... TEROMBANG-AMBING...


SESAK DI DADA. INGIN MENANGIS...

YA, ALLAH...
KUATKAN LANGKAH KAKI INI MENAPAK JALANMU
TEGARKAN HATI INI HADAPI COBAAN
ENGKAULAH YANG TAHU APA YANG HAMBA RASA