26 Juli 2008

obrolan (mix)

Bulan ini awal mulai kampanye pemilu 2009. Ribet banget. Aturan-aturan dari KPU yang telat, sering berubah-ubah menunjukkan bahwa KPU Pusat tidak memiliki keseriusan menjalankan tugasnya. Ini tak berlebihan, karena sepertinya anggota-anggota KPU Pusat sebagian tak memiliki kompetensi dalam menyelenggarakan pemilu. Atau karena terlalu seringnya mereka kunjungan-kunjungan tak berkesudahan?

Terlepas dari itu semua, kawan-kawan saya di kantor ini lebih sibuk daripada biasanya. Semakin banyak orang yang berlama-lama di kantor, rapat, bahkan semakin banyak pula yang muter-muter nggak karuan. Pokoknya sibuknya supersibukbangetdeh... Ini merupakan bagian dari apa yang kawan-kawan saya yakini bahwa semua ini bagian dari kesungguhan memberikan diri dan hidupnya untuk kemuliaan di akhirat sana. Semua jadi sibuk.

Fenomena menuju pemilu 2009 yang lebih seru lagi adalah beramai-ramainya orang men-caleg-kan diri atau di-caleg-kan. Semalam saya berbincang dengan mertua mengenai hal ini. Maklum, mertua saya memang berbeda partai. Kata mertua, "lebih baik orang yang menjadi caleg itu yang sudah mapan sehingga akan sedikit melakukan penyimpangan". Nah lho...emang orang-orang yang sudah mapan secara ekonomi dijamin tak akan melakukan korupsi? Buktinya, justru saat ini para koruptor itu semuanya orang-orang yang banyak duitnya! Saya balas, "Tidak harus seperti itu juga, yang penting moralnya bagus, profesional, dan partainya melakukan kontrol secara ketat saya pikir anggota dewan itu tak akan korupsi"
"Ah...sama saja...PKS juga gitu...mana ada orang yang tahan dengan godaan duit. Tuh yang sekarang jadi wakil ketua DPRD, dia kayak sekarang kan karena dia duduk di DPRD"
"Wah justru beliau sebenarnya rugi kalau dihitung secara materi. Sebelum jadi anggota Dewan, tiap bulan gajinya melebihi gajinya sekarang. Itu hasil jerih payahnya sebelum jadi anggota dewan...bahkan di PKS gajinya juga dipotong sekitar 60%"
"Duh, miskin dong?"
"Itulah PKS, jadi anggota dewan adalah tugas bukan keinginan pribadi. Dan ini bukti keseriusan PKS, kita punya Platform yang setebal ini (sembari menunjukkan buku Platform PKS)"
"Ya lah...ntar kalo papa liat partai papa ini nggak beres, papa pindah ke PKS ajalah..."
"Kenapa nggak sekarang, pa?"
Dan kami pun saling berpandangan disertai senyum-senyum simpul.

Lain lagi cerita saya ketika akan berangkat mukhoyyam (kemping) selama 3 hari. Mertua juga menanyakan ngapain saya harus berangkat, kurang kerjaan, katanya. Tapi dia juga salut. "Lha disuruh berangkat kemping yang nantinya disiksa-siksa panitia aja berangkat, apalagi hanya sekedar ke TPS waktu pemilu yang cuma disuruh nyoblos. Pantesan PKS menang. Kadernya militan, nggak ada tuh dipartai yang lain" katanya.

Itulah sekelumit dialog saya dengan mertua yang tentunya penuh kecanggungan karena kami berbeda partai. Mertua saya ini petualang partai. Di pemilu kemarin merupakan pengurus yang militan di partai berlambang matahari, dan sekarang pindah ke partai yang digagas oleh mantan jenderal yang berlambang kepala burung garuda.

Seperti itu juga bisa terjadi pada anda atau siapapun juga. Perbedaan partai pilihan di dalam keluarga. sah-sah saja untuk berbeda. Namun alangkah baiknya jika perbedaan itu bisa diselesaikan agar keluarga itu memiliki arah gerak (ideologi) yang sama sehingga ketika datang ke TPS bisa bareng-bareng tanpa rasa grundel di dalam hati. Terlebih bagi para aktivis tarbiyah. Perbedaan politik dengan keluarga dapat mengakibatkan permusuhan. Saya punya kawan yang orang tuanya pendukung fanatik partai penguasa di jaman orde baru, begitu tahu kalau sang anak ikut partai berlambang bulan sabit kembar mengapit sebatang padi, langsung mencak-mencak. Si anak bahkan diancam untuk tidak keluar rumah, tidak boleh kuliah, dan bergaul dengan kami. Heboh bukan?!

Semua ini bisa terjadi karena orang tua tidak memahami pilihan anaknya. Ada beberapa catatan yang saya buat untuk masing-masing (orang tua dan anak)

Untuk orang tua:
Pahamilah bahwa pilihan anak kadang lebih baik dari anda sebagai orang tua. Latar pendidikan yang tinggi dan arus informasi yang terbuka luas telah menjadi bagian terpenting faktor objektifitas pilihan mereka. Akui sajalah, bahwa kecerdasan anak-anak anda telah melebihi kecerdasan anda. Mereka kadang suka protes sebagai wujud ketidakterimaan mereka terhadap doktrin-doktrin yang anda tanamkan. Bukankah itu baik jika berkaitan dengan sesuatu yang positif? Dan terakhir, cobalah lihat setiap pilihan politik mereka secara objektif. Anda mungkin lebih banyak punya pengalaman, tapi mereka lebih tahu dunia sekarang.

Untuk anak:
Sebaiknya jika kalian berbicara dengan orang tua maka jangan terlalu menggurui, bernada tinggi, apalagi sampai beradu fisik. Jika memang tidak sepakat dengan orang tua, maka jangan hanya membantah dengan kata-kata tapi wujudkan dalam sebuah prestasi. Toh sebenarnya orang tua selalu menginginkan yang baik dan terbaik bagi kalian. Terlebih jika itu menyangkut pilihan partai politik. Tunjukkan bahwa partai pilihan kalian itu memang baik dan berisi rang-orang baik. Bukan partai geblek yang dipenuhi orang-orang culas seperti srigala berbulu domba. Hari ini bilang sebagai partainya wong cilik, begitu jadi anggota dewan maka berubah jadi partai wong licik. Dan terakhir, pilihlah partai itu berdasarkan data-data, misalnya: apakah anggota dewan dari partai itu ada yang melakukan korupsi? atau data-data lainnya. Itu untuk menunjang keobjektifan pilihan kalian, sehingga ketika ditanya orang tua, kalian bisa memberikan jawaban yang cerdas.

24 Juli 2008

untuk anda yang suka yang pasti-pasti aja!

Apa yang mau saya tulis ya? Pertanyaan retoris ini bukan karena saya tak punya ide, justru terlalu banyaknya thema-thema menarik untuk dituangkan membuat saya bingung mana yang harus didahulukan untuk dishare dengan anda.

tapi ini sajalah yang saya tuangkan: