30 November 2007

rindu pada kawan

Baru saja saya mendapat telepon dari kawan karib saya di Solo. Dia memintakan pendapat saya mengenai pengelolaan lembaga yang dulu pernah kami bersama ada disana. Menarik memang, otak saya langsung berputar cepat, jantung ini langsung berpacu penuh semangat. Saya jadi ingin kembali berada disana. Ingin ikut kembali berjuang membentuk karakter mahasiswa religius-akademis-sosialis.

Saya jadi ingat perdebatan-perdebatan kami dalam konsep. Ingat bagaimana kami melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mahasiswa dengan status kami yang juga mahasiswa. Seru dan menyenangkan ditengah kelelahan dan kepayahan diri kami. Tapi itulah tanggungjawab yang harus kami laksanakan.


Dan subhanallah, mereka masih ingat dengan saya. Padahal kami sudah berjauh daerah. Nikmat banget punya kawan seperti mereka, kawan yang terbingkai dalam ukhuwah islamiyah.

Dan dimanapun kalian berada, saya berharap Allah melimpahkan kenikmatan dan keistiqomahan pada kalian dan saya. Semoga kita masih bisa saling mengikhlaskan diri untuk agama kita. Selamat berjuang disana, ditempat dan amanah yang baru. I miss u

notes: apa kabar kang ustadzi, kang awing, mpok fitriyah, mpok sulis, mpok tita, kalian yang pernah menjadi partner saya, anak-anak puskomda, anak-anak LDK kampus swasta di Solo, anak-anak KAMMI Abdullah Azzam, dan kalian yang baru saja bergabung dalam keluarga besar puskomda dan para pendamping?

29 November 2007

saat sakit

Hari ini saya tidak masuk kantor. Sakit. Tapi sama saja, meskipun saya tidak masuk kantor tetap saja saya masih di kantor, maksud saya, saya kan tinggal di kantor sekretariat suatu lembaga. Jadi hari inipun saya masih sibuk dan tetap beraktivitas.

Saya sakit karena overload aktivitas beberapa pekan ini. Kurang tidur dan asupan gizi. terlebih, jum'at hingga ahad lalu diminta jadi Master of Training kegiatan kampus di Batam, menyenangkan, tapi sekarang menuai tubuh yang pegal-pegal dan meriang. Saya butuh istirahat.

Ohya, selain itu saat ini saya juga lagi marah. Di gedung DPRD Kota Batam ada yang disebut sebagai power rangers. Mereka suka berubah-ubah, termasuk pendirian dan kebijakan. Biasalah, semua itu demi kepentingan perut mereka. Tapi yang namanya power rangers, apapun yang dilakukan pasti menuai pujian, seakan mereka adalah hero.

Begitulah masyarakat menilai power rangers. sang jagoan penyelamat bumi, pembela rakyat. Namun anggapan hero itu harus dihapus jika mereka bertemu dengan power rangers di DPRD Kota Batam, karena mereka tak lebih dari penjahat berkedok pahlawan. Rakyat hanya dijadikan komoditas untuk mengeruk kekayaan pribadi.

Dan anak-anak kecil pastinya tahu kalau pimpinan power rangers adalah yang berkostum warna merah.

25 November 2007

Menjaga Orisinalitas Dakwah

Dakwah di jalan Allah (ad-da'wat ilallah) adalah pekerjaan mulia yang dijanjikan dengan pahala yang besar. Dalam hadits Shahih disebutkan, bahwa menunjuki ke jalan yang baik sama seperti melakukan perbuatan baik itu sendiri (muttafaq alaih). Begitu juga dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam, menyatakan, jika anda mampu menjadi sebab bagi seseorang mendapat petunjuk Allah ta'ala, itu lebih baik dari 'unta merah' (sebuah symbol kemewahan pada masa dahulu). Dari dua hadits ini, kita bisa memahami bahwa profesi dakwah adalah profesi terhormat di mata Allah ta'ala.

Dakwah di era kontemporer ini bertujuan untuk mengembalikan kehidupan kaum Muslimin ke garis yang benar, demi mengarahkan mereka kepada ibadatullah dalam segala aspeknya. Para du'at itu mendakwahi ekonom dan bisnismen, tanpa harus mereka berprofesi sebagai pebisnis. Mereka mendakwahi politisi dan negarawan, tanpa harus mereka beralih profesi dari da'I menjadi politisi. Mereka mendakwahi artis, tanpa harus menjadi artis. Mendakwahi preman, tanpa harus jadi preman. Untuk merubah sesuatu, khususnya sebuah dunia gelap, tidak mengharuskan kita menceburkan diri dalam dunia itu. Dari contoh-contoh dakwah pendahulu pun, tidak melakukan hal itu. Karena untuk menjadi pebisnis, begitu juga politisi, tidak semudah yang dikhayalkan oleh banyak orang.

Asumsi bahwa jika kita masuk ke sebuah dunia, kita bisa merubah dunia itu, atau merubah banyak di dunia itu, ini lebih kepada teori indah, tapi ketika dikerjakan, amatlah sungguh berat. Karena dunia bisnis dan politik itu, sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, halal menjadi haram, haram menjadi halal. Sehingga yang terjadi ialah perubahan akhlak dan identitas keislaman da'i-dai'I yang masuk ke dalamnya. Sikap wara' menjadi rapuh. Kebohongan menjadi biasa. Syubhat menjadi keharusan. Yang sebelumnya takut pada yang syubhat, belakangan terkesan menjadi berani pada yang syubhat bahkan mungkin juga pada yang haram. Kewara'an dan zuhud yang menjadi muwashofat seorang da'I, nyaris menjadi tak popular. Penilaian juga ikut berubah. Hal-hal (baca : uang) yang sebelumnya dianggap haram, harus dihindari, dan merusak kewara'an, belakangan sudah dianggap biasa, atau tuntutan berbisnis atau berpolitik. Untuk menjustifikasi tindakan-tindakan itu, digunakanlah kaidah-kaidah fiqh secara berani dan tidak proporsional. Seolah-olah yang menetapkan hukum dan fatwa, orang-orang sekaliber Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi'i. Kalau Imam Malik dulu, lebih banyak menjawab "tidak tahu" dari 40 masalah yang diajukan kepadanya, padahal dia seorang Imam Mujtahid, sementara dizaman sekarang banyak peneliti agama, menjawab dengan berani masalah apa saja yang diajukan kepada mereka, dengan dalih ijtihad, maslahat.

Para imam itu dahulu, enggan menjawab masalah padahal dia mengetahuinya, karena mengingat riwayat yang popular di kalangan fuqoha' : "Ajro'ukum ala al-Futya ajro'ukum ala an-Nar". (orang yang paling berani di antara kalian berfatwa, adalah orang yang paling berani masuk neraka.)

Memang masih ada orang yang mampu bertahan dengan idealismenya di dunia rawan seperti itu, tapi jumlah mereka hanya berapa? Tapi yang umum adalah terbawa oleh arus utama dalam dunia yang baru dihadapinya. Di dalam Shohih Muslim, terekam nasehat Nabi Saw kepada Abu Zar. Beliau mengatakan, Hai Abu Zar. Aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri. Kulihat engkau sosok yang lemah,janganlah memimpin dua orang (apalagi orang banyak), dan janganlah mengurusi harta anak yatim.

Inilah pesan Nabi kepada salah seorang Sahabat dekatnya. Apa yang bisa kita pahami dari kisah ini? Bahwa dunia tertentu seperti kepemimpinan public menuntut qualifikasi tertentu. Artinya, tak setiap orang soleh bisa terjun ke dunia politik. Rasul sama sekali tak meragukan kesolehan dan ketakwaan Abu Zarr, beliau adalah seorang sohaby yang mulia. Tetapi kepemimpinan public adalah dunia yang tak cukup mengandalkan hanya kesolehan pribadi. Batu-batu licin dan batu terjal nan tajam yang membahayakan berhamparan di sana. Padahal di jaman itu yang hidup adalah para sahabat, generasi terbaik dengan segala keistimewaannya. Namun Rasul tidak merekomendasi Abu Zar untuk terjun ke dunia public, karena factor-faktor pribadi yang beliau lihat pada Abu Zar.

Yang terjadi dari zaman ke zaman dalam uji coba terjun ke dunia politik oleh para aktifis dakwah, mirip dengan gambaran Abu Zar itu. Semangat awal memang cukup menakjubkan, yaitu ingin merubah dunia hitam menjadi dunia cemerlang. Uji coba seperti itu bukan baru pertama kali dilakukan. Generasi-generasi sebelumnya di negeri ini juga sudah melakukan itu. Tetapi hasilnya serupa. Tak berubah. Orang yang masuk kesana, bukan merubah, tapi ikut berubah. Bukan mewarnai, tetapi terwarnai. Bagaimana jika yang terwarnai ini adalah sebuah rombongan besar yang bercita-cita menegakkan mega proyek Islam?Bukankah siasat itu menjadi praktik 'bunuh diri' dan set back atau mundur dalam memahami materi-materi dakwah? Orang lain pun akan mengatakan, kenapa anda tidak belajar dari pengalaman saudara-saudara anda sebelumnya? Apakah anda terlalu percaya diri atau anda telah jatuh dalam isti'jal (terburu-buru mencapai tujuan)?

Persoalan yang dihadapi bukan satu-satu soal uang, risywah dan sejenisnya, walaupun ini telah banyak merubah orientasi aktifis Islam dari idealism eke fragmatisme. Tapi ada hal-hal yang sudah masuk wilayah 'Aqidah. Seorang Mukmin yang aqidahnya sudah tershibghoh tawhid, bagaimana dapat bekerjasama dengan kaum yang menghalalkan segala cara, bahkan menghalalkan kekufuran dan kefasikan? Bukankah Allah Subhanah Wata'ala mengingatkan NabiNya dengan peringatan yang keras, tak ada peringatan sekeras itu dalam firman-Nya: "Dan jika Kami tidak menetapkan hatimu, hampir-hampir saja engkau condong sedikit kepada mereka. Jika itu terjadi, pasti Kami rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia dan begitu pula siksaan berlipat ganda setelah mati, dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolongpun terhadap Kami." (Al-Isro' 74-75).

Jika yang berjuang itu Nabi Allah, yang menetapkan hatinya adalah Allah Swt, dan wahyu turun menegurnya, bila terjadi pembelokan dalam gerak dakwahnya. Tapi jika yang berjuang itu manusia biasa, wahyu apakah yang turun mengingatkannya? Yang mengingatkan hanyalah manusia yang masih ingin memelihara orisinalitas dakwahnya. Tapi musibah besar jika yang memberi nasehat dianggap sebagai penghalang jalan dakwah. Padahal andaikan tidak ada si 'penghalang' itu, mereka bisa terjerumus seluruhnya kepada kebinasaan.

Peringatan keras Robbany seperti di atas seharusnya juga dipahami sebagai peringatan untuk para da'I yang berjuang menegakkan dienullah. Mereka harus benar-benar konsisten di jalan dakwah dan tidak tergiur oleh rayuan-rayuan manusia dan bisikan-bisikan syaitan untuk merubah arah, pemahaman dan metodologi dakwah mereka.

Adalah peringatan Nabi kepada Para Sahabatnya dilaporkan oleh Abu Sa'id al-Khudry yang menceritakan: "Ketika kami duduk di sekitar mimbar Rasul, Beliau bersabda, sesungguhnya yang paling kutakuti menimpa kalian, adalah jika dunia terbuka lebar di depan kalian, kesenangan nya terhampar di hadapan kalian." (muttafaq alaihi).

Jadi cobaan yang dikhawatirkan bukan cobaan yang datang dari luar, tetapi cobaan dari dalam diri sendiri, menganggap diri sudah besar, sudah berpengaruh, dapat simpati besar, dunia pun terbentang di hadapan. Inilah awal ketergelinciran. So. Siapakah yang mau merenung, Fahal min muddakir?

Sumber: http://daudrasyid. com/index. php?option= com_content&task=view&id=50&Itemid=35

20 November 2007

Kapan kawin?

Sebelumnya saya perlu mengucapkan selamat atas pernikahan Akh Hartoyo, SH dengan dr. Dinar. Saya minta maaf tidak bisa hadir di walimahan antum meskipun banyak SMS dari kawan-kawan yang mengajak saya untuk datang. Maaf, terbentur biaya pesawat PP dari Batam-Jogja-Batam.

Dari sekian SMS yang masuk, ada juga yang mempertanyakan kapan saya menikah? Kan, mbah-nya Fakultas Hukum (maksudnya, akh toyox) sudah menikah. Berarti junior-juniornya sudah bebas (merdeka) untuk segera menggenapkan dien, kata mereka.

Harus saya jelaskan, keinginan menikah itu ada (kan, sunnah Rasul). Yang jadi masalah hanya menentukan orang dan saat yang tepat. Seorang ustadz (teman diskusi pekanan saya) menyarankan saya untuk menculik dari jawa. Argumentnya, di Batam dibutuhkan tenaga yang fresh dan mau bekerja untuk dakwah. Pilihannya pokoknya bukan tipe pekerja, di Batam sudah banyak (Nah lho.. Ini bukan sebuah pendiskreditan bagi yang tidak masuk dalam rekomendasi). Teman yang lain menyarankan saya memilih dokter (seperti akh toyox) agar saya yang sering sakit-sakitan ada yang merawat (emang tugas istri cuma merawat suami yang sakit?). Ada pula kawan yang meminta saya untuk menikah dengan sesama lulusan hukum (maksudnya UNS) karena sepanjang sejarah di FH UNS, akhwatnya selalu mendapatkan giliran menikah paling lambat (bukankah biar lambat asal dapat suami yang hebat? Toh, Allah lah yang mengatur perjodohan itu). Saya tidak mau dipusingkan dengan usulan-usulan itu.

Bagi saya biarkan waktu yang menjawab semuanya. Siapapun dia yang menjadi teman sejati saya paling tidak merupakan orang yang se-visi. Tahu ke arah mana biduk ini akan dibawa. Siap dengan tantangan.

Dan bagi saya, toh pada akhirnya jodoh itu akan tiba juga jika Allah Mengijinkan. Tidak perlu dipaksakan.

NB (Narasi Banyolan): Dicari, pasangan sejati saya. Dimanapun berada. Ciri-ciri: mirip dengan ibu-bapaknya. Bagi yang menemukan bisa kontak melalui jalurnya, hehehe...

Satu dari nikmatnya Tarbiyah

Seorang kawan tiba-tiba mengirimkan SMS berupa pertanyaan serius kepada saya. Kontens dari pertanyaan sebenarnya sudah dapat terjawab dan ini masalah yang selalu berulang dan saya banyak menemukan pertanyaan ini dalam seminar dan forum diskusi ketika saya diminta jadi pembicaranya, ataupun di agenda ngapel (Ngaji Pelan-pelan) pekanan, dan dalam kesempatan-kesempatan lainnya. Untuk itu, lebih baik saya tulis pendapat saya di sini saja. Kalau nanti ada yang bertanya mengenai masalah ini, tinggal saya suruh buka blog ini.

Kawan saya itu menanyakan tentang pengibaratan komunitas tarbiyah dimana dia dan saya berada yang menurutnya sekarang telah mengalami banyak goncangan. Dia andaikan komunitas ini sebagai perahu dan dia buat tiga opsi terhadap komunitas ini:
1.Perahu itu dimuseumkan dan cukup menjadi bahan pelajaran bagi anak cucu kita,
2.Perahu itu dikaramkan saja biar tak berbekas, tak meninggalkan jejak sejarah, atau
3.Perahu tersebut diperbaiki agar tak koyak diterjang ombak.
Dan secara spontan saya pilih opsi ketiga.

Memang tidak menutup kemungkinan bahwa komunitas ini bukan tak punya salah, tak punya celah. Bisa juga komunitas ini kalah sempurna dibanding komunitas-komunitas yang lain dibidang-bidang tertentu. Tapi ini semua berawal dari niatan kita bergabung dalam komunitas ini. Jangan-jangan sejak semula bergabung dalam komunitas ini kita tak tahu peran apa yang harus kita mainkan atau jangan-jangan justru kita salah mengambil peran.

Maksud saya begini, jika dikembalikan dalam pengibaratan diatas. Misalnya kita seorang ahli (teknik) mesin yang secara kompetensi semestinya berada dilambung kapal, karena disanalah letak mesin berada. Tapi kita malah memilih atau ditempatkan di geladak kapal. Maka yang terjadi justru potensi kita cenderung tidak teroptimalkan. Kondisi seperti inilah yang memacu seseorang itu futur (lemah semangat) atau bahkan insyilakh (berlepas/memisahkan diri) kalau dia tidak memiliki imunitas keimanan. Dan seperti ini pula yang bisa menyebabkan kapal ini lamban mencapai tujuan. Karena bisa jadi pula kesalahan pengambilan peran tidak hanya terjadi pada si ahli (teknik) mesin, tapi pada nahkoda dan posisi-posisi lainnya.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan perahu ini, karena telah tersedia kompas (Qur’an dan sunnah) yang menjadi pedoman dan ada peta (manhaj) yang secara utuh menggambarkan rute dan cara bagaimana kita mencapai tujuan. Justru yang menjadi penyebab akan tiba atau tidaknya perahu ini pada tujuan adalah orang-orangnya, kita.

Ada pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah perang Uhud. Setelah kemenangan Badar berduyun-duyun orang memilih islam sebagai agama mereka. Berbagai motivasi yang melatarbelakangi perpindahan agama tersebut. Ada yang karena tujuan untuk Allah dan RasulNya, ada yang karena takut diperangi oleh kaum muslimin jika tidak memeluk agama islam, ada juga karena motivasi jika bersama islam akan banyak harta yang didapat dari hasil rampasan-rampasan perang, dan motivasi lainnya. Tapi begitu datang perintah berjihad ke medan Uhud, sedikit dari umat yang merespon seruan Rasul. Berbagai alasan yang dikemukakan, dan yang terakhir, desersinya sejumlah pasukan dibawah komando Abdullah Bin Ubay. Begitu pula kondisi komunitas ini. Banyak orang yang bergabung dengan berbagai maksud yang membersit dihatinya. Dan Allah lah yang akan menyeleksi orang-orang itu.

Dan satu hal lagi, jika kita melihat adanya orang-orang dalam komunitas ini yang melakukan kesalahan, maka tak usah dibawa risau. Semua orang boleh melakukan kesalahan, dan bukan kesalahan itu yang harus kita ungkit, justru temani orang-orang itu untuk memperbaiki diri. Bukankah orang sekelas veteran Badar juga pernah bersalah? Pagi mereka berjihad fisabilillah dimedan Badar dan sorenya berebut ghonimah hingga Allah menurunkan surat Al-Anfal bagi mereka. Bahkan seorang ustadz (kawan saya, ketua IKADI BATAM) berseloroh, ”tak usahlah kita dendam pada orang-orang yang bersalah, selama masih tarbiyah, maka selama itu berarti masih terbersit niatan untuk berubah.”. Dia pula menyebutkan, sangat berlebihan jika ada sesama ikhwah yang mendendam dan enggan memaafkan jika terdapat kesalahan. Kita bukan (sekelas) Rasul dan yang terhukum bukan (sekelas) Ka’ab Bin Malik. Atau bahkan menghadapi (sosok seperti) fir’aun pun Musa harus menggunakan kata yang lemah lembut. LUAR BIASA... TARBIYAH MENGAJAR KITA.

rekan kerja...

Kawan kerja saya selalu datang lebih pagi dan pulang lebih sore dari yang lainnya. Hebat kan...

Kadang saya sendiri malu.. karena saya datang lebih siang dan pulang lebih awal dari orang lain.
(Maklum tugas saya bukan hanya di kantor dewan saja...)

Jadi... saya ingin minta maaf pada rekan kerja saya yang mungkin melihat saya lalu-lalang, kadang ada dan seringkali tidak ada, tanpa jelas. Afwan, ya...

kawan saya ini memang tergolong unik. Dia termasuk orang yang sangat cermat dengan tugas-tugasnya meskipun saat ini tengah menyelesaikan skripsinya. Meski sempat ngeblank dan ogah melakukan tugasnya, tapi toh sekarang dia kembali lagi menyelesaikan tugas-tugasnya dengan rapi. Hebat. Padahal tahu sendirilah bagaimana situasi di lingkungan dewan. Banyak hal-hal yang berbau politik yang menyesakkan hati... saya saja yang baru beberapa bulan di sana merasa jengah, eh.. dia malah enjoy... Mungkin dia dah kebal kali, ya...
"Selama saya bersama orang-orang baik, insyaallah saya tak akan lelah bekerja..." itu katanya. Semoga saya juga tak pernah lelah...

Semoga dia baca tulisan ini...(ini untukmu kawan, semoga kau tak lelah mengingatkan saya pula...)hehehe....

19 November 2007

Pilihan dan Pengorbanan

Seorang kawan bertanya melalui SMS kepada saya mengenai pilihan hidup.
Dia punya saudara yang memilih untuk berdakwah disuatu tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota dan keluarganya (terpencil). Menurutnya itu merupakan pilihan yang tidak logis diantara pilihan-pilihan lain yang sebenarnya dapat dengan mudah diraih. Dia pun menanyakan pula tentang pilihan saya untuk berada di Batam.

Maka saya katakan padanya: Sebuah cita dan asa pasti terdapat pengorbanan dan pilihan, maka berkorbanlah terhadap apa yang kau pilih... dan jangan menyesal.

Aku mencintai Dia. Maka inilah yang kuberikan. Semoga bisa istiqomah...

kuingin tetap bertahan...

Sungguh... jika bukan karena amanah... mungkin saya memilih untuk tidak berlama-lama bermain dalam politik.

Saya merasakan kecapekan secara fisik dan psikologis, bahkan kadang saya harus menangis...

karena begitu banyak anggota dewan yang menggunakan posisinya bukan untuk rakyat, tapi untuk diri mereka sendiri dengan mengatasnamakan rakyat. Sedangkan perubahan yang sedang diusung segelintir orang diantara mereka harus tersisih oleh suara terbanyak, dan akhirnya tak ada perubahan yang terjadi.

Bukan hanya itu...
kadang upaya perubahan yang sedang diusung segelintir orang dari mereka harus menuai kritik, bukan hanya dari lawan politik, tapi dari rakyat sendiri... Aneh memang...

Masih ingatkah cerita seorang bapak dan anak yang menunggangi seekor keledai lewat sebuah kampung? Ketika si Bapak dan anak menunggang berdua diatas keledai. Masyarakat mencemooh. Mengatakan bapak dan anak tak memiliki belas kasih terhadap keledai. Kemudian bergantilah si bapak yang menunggang dan si anak menuntun keledai. Lewatlah mereka di depan kampung berikutnya. Masyarakatnya kembali mencomooh. Dikatakanlah si bapak tak tahu diri dengan membiarkan si anak lelah menuntun. Dan bergantilah si anak menunggang dan si bapak yang menuntun keledai. Lewatlah mereka di kampung berikutnya. Masyarakatpun lagi-lagi mencela. Dikatakannya si anak tak berbakti (durhaka) membiarkan si bapak menuntun keledai. Dan kemudian keledai itu dipanggul oleh si bapak dan anak. Lewatlah mereka di kampung berikutnya. Dan tetap saja caci maki yang didapat. Disebutlah kedua orang itu gila, memiliki keledai tapi tak ditunggangi.

itulah kita dimata orang. Kadang tak semua kebaikan yang kita lakukan dapat diterima orang lain.

Ya, Allah...
Semoga Engkau meneguhkan kami untuk istiqomah mengusung perubahan itu meski berat dan melelahkan.

16 November 2007

Wajah birokrasi kita

Ada rapat di gedung DPRD. Komisi IV DPRD Kota Batam meminta keterangan penyelesaian program yang dilakukan kantor pemberdayaan perempuan untuk tahun anggaran 2007. Selama rapat berlangsung yang terjadi justru seperti dalam sebuah seminar mengenai pola pemberdayaan perempuan. Tak ada satupun paparan yang disampaikan berkaitan dengan pelaksanaan programnya selama ini. Semuanya normatif.

Sebelum akhir dari ceramah kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan, ketua dan anggota Komisi IV menanyakan realisasi program penanganan perempuan selama tahun 2007. Dan tergagaplah kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan. Tak satupun data yang mereka bawa. Sehingga tak satupun program tahun 2007 yang bisa mereka laporkan...

Hemm, ternyata birokrasi kita seperti ini.... Bagaimana mereka mampu membuat kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan rakyat kalau kualitas mereka tak beda jauh dengan anak TK... memalukan....

15 November 2007

Lelah sih tapi bahagia (inilah realita dunia..)

Saat ini fisik saya lelah, kemarin juga, beberapa hari ini juga! Bahkan tidak ada waktu untuk menulis lagi. Terlalu sibuk, alasan klisenya.

Sedih rasanya jika banyak ide-ide yang lewat tak sempat tertuliskan. Minggu ini banyak tugas menumpuk dan harus saya selesaikan. Terutama tugas saat ini (yang paling menyebalkan dan melelahkan). Saat ini saya ditugaskan untuk membaca pikiran orang lain. Bukan sekedar membaca, tapi juga meluruskan dan mengawal agar tidak keluar jalur. Susah dan membuat pening kepala. Karena kadang hari ini A yang dikatakan, esoknya bisa B yang diminta. Bahkan saya sempat menangis semalamam dibuatnya...

Tapi saat ini saya sedikit bahagia. Ada celah saya bisa meluapkan kepenatan dari rutinitas. Sudah seminggu ini saya kembali ke dunia kampus. Bukan sebagai mahasiswa. Serasa di Solo. Kembali bergumul dengan para aktivis kampus. Menyusun potongan-potongan potensi mahasiswa.

Akhirnya saya merasa terbebaskan dari gelisah... Iya, saya merasa terbebaskan karena bersama aktivis kampus inilah idealisme tetap terjaga, seperti pisau, serasa diasah kembali biar tetap tajam. Tidak tumpul. Sebagaimana pula yin dan yang. Setiap hari saya harus dibenturkan dengan realita dan bersama mahasiswalah idealita itu dibentuk kembali.

melelahkan tapi menyenangkan...

06 November 2007

Ultahnya adek vs Ultahnya DPRD Batam

Hari ini (selasa, 6 Nov) merupakan ulang tahun adek saya yang ke 16 tahun (ternyata dia sudah gedhe juga..). Disaat yang sama DPRD Kota Batam juga berulang tahun ke-7. Perbedaannya adek saya hanya membutuhkan uang 25 ribu untuk merayakan ulang tahunnya (karena dia hanya butuh pulsa untuk membalas ucapan selamat dari teman-temannya). sedangkan di ulang tahun DPRD Kota Batam, 250 juta habis hanya untuk acara kontes sambutan dan nyanyi di gedung milik rakyat tersebut.

Perbedaannya lagi, adek saya tidak perlu mengkhawatirkan uang 25 ribu yang saya berikan untuk beli pulsa karena dijamin itu bukan uang rakyat apalagi hasil korupsi. Sedangkan uang yang digunakan untuk ulang tahun DPRD Kota Batam dianggarkan dari APBD. Rupanya mereka menari diatas derita rakyat...

Diulang tahun yang ke-16nya, saya hanya berdo'a semoga dalam setiap ulang tahunnya, adek saya tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh anggota dewan (yang terhormat?).

Selamat ulang tahun ya, dek... maafkan kakakmu yang tidak bisa hadir dan tidak bisa memberikan hadiah apa-apa di ulang tahunmu.

Salam hangat dari kakakmu,

Agus purwanto
(yang terdampar di Batam)

04 November 2007

kenangan di kampus-kampus di Solo

Sulit rasanya melupakan setiap memori interaksi saya dengan anak-anak kampus swasta yang ada di Solo. Anak-anak USB, AUB, UTP, UNISRI, El Rachma, Alfabank, AKPER PPNI, AKPER17, UNSA, POLTEKKES, UNIBA, UMS, STAIN Surakarta, AKBID Aisyiah, UNIVET, dan kampus lainnya. Saya sangat rindu kebersamaan yang terpatri dihati para puskomda-ers, teman-teman yang menjadi pendamping. Kang Ustadzi dan Mpok Fitriyah. Semua yang pernah saya kenal dan sama-sama berjibaku di kampus swasta. barisan putri Putri Melati(sudah pindah kost?), anak-anak Abdullah Azzam (komputernya dirawat yang baik, data saya jangan dihilangkan).

Saya juga kangen dengan ruh perjuangan kampus hijau UNS. BEM UNS. BEM-BEM Fakultas. Terutama BEM FH UNS (katanya dek Yusuf yang jadi presiden baru, ya.. Selamat berjuang, dek...) Kangen pula dengan JNUKMI UNS, LDK-LDK Fakultas. Rasanya baru kemarin saya diundang menjadi pembicara. Bertemu dengan darah-darah muda yang gelisah mengusung peradaban berkeimanan.

Saya rindu hiruk-pikuk aktivis kampus. Pekik takbir dan teriakan-teriakan yel 'hidup mahasiswa'nya. Rindu perdebatan dalam rapat-rapat organisasinya. Rindu dengan lantunan ayat suci di kos-kos, masjid kampus, mushola dan ruang-ruang fakultas.

Saya rindu dengan mereka yang mewarnai hidup saya. Yang memberikan pemahaman tentang indahnya hidup dalam naungan islam. Rindu ustadz-ustadz yang tak henti untuk berdakwah. Rindu dengan teman satu kelompok pengajian dulu....

Sungguh, saya rindu duduk berlama-lama dalam majelis iman, syuro'-syuro' dan diskusi-diskusi bersama mereka. Saya rindu Nafi', Ikhlas, Bambang, Bayu, Joksur, Joksus, Jok Prast, Jok Pit, Bisma, Imdad, Yudhi, Aliful, Doni, Depe, Rois, Amir, Dll.Rindu dengan mereka yang tidak mampu kusebutkan nama-nama mereka disini. Air mata ini menetes...

Cukup sekian. Saya sangat merindui kalian...
Ternyata rindu ini mendera-dera dan menyayat hati, menoreh luka. Saya rindu kalian...

fungsi blog-Q (jawaban buat DTJ)

Seorang teman mengingatkan saya pagi ini melalui smsnya. Dia minta agar blog ini digunakan sebagai sarana pengingatan bagi teman atau adik-adik yang dulu pernah saya temani dalam pengajian pekanan agar mereka senantiasa bersemangat untuk datang di pengajian rutin pekanan mereka. Maka sebenarnya saya bertanya: ada apa dengan mereka? apakah mereka tidak/jarang hadir di pengajian pekanan mereka?

Saya jadi serba salah...Sebenarnya saya takut kalau terlalu banyak berkomunikasi dengan mereka justru akan menimbulkan figuritas, sedangkan tarbiyah tidak mengharapkan seseorang berubah karena sosok seseorang lainnya. Perubahan itu karena kesadaran dan pemahaman mereka akan kebenaran islam dan konsekuensi atas pembenaran itu.

Mumpung masih hangat dikupas mengenai aliran sesat yang marak saat ini. Terlepas dari isu konspirasi dibaliknya (berkaitan dengan agenda pemilu 2009), saya menilai orang-orang yang terjebak atau ikut kedalam aliran-aliran tersebut karena lebih banyak dipengaruhi faktor ketergantungan pada sosok pemimpinnya (ketokohan/figuritas). Selain itu rasa solidaritas, penunjukkan mu'jizat, dan iming-iming masuk surga adalah faktor berikutnya.

Saya tidak pernah khawatir terhadap adik-adik yang mulai jarang hadir di pengajian rutin mereka. Memaksa bukanlah jawaban untuk menyelesaikan masalah ketidakhadiran itu, berikan mereka teladan dan pemahaman, kemudian biarkan mereka memilih untuk bersama atau tidak dengan kita. Mereka sudah dewasa, sudah bisa memilih. Toh, jalan ini membutuhkan orang yang berkomitmen dengan landasan kepahaman. Ingatlah 10 rukun bai'at Hasan Al-Banna (Al-Fahmu hingga Tsiqoh). Mulailah dengan pemahaman terhadap islam.

Jangan takut makin berkurangnya orang-orang yang ikut dalam gerbong ini. Lha wong yang sesat aja laku apalagi yang benar? berikhtiarlah semaksimal kita,dan pasrahkan hasilnya pada Allah SWT.

NB:
Untuk adik-adik yang pernah ngaji bersama dengan saya selama di Solo,ada apa dengan kalian? semoga prasangka orang-orang mengenai lemahnya semangat perbaikan diri kalian bukan benar adanya.


Salam hangat dari saudaramu di Batam,

Agus Purwanto

01 November 2007

titik balik


Terpaksa saya tidak mengikuti rapat panitia anggaran (panggar) DPRD Kota Batam hari rabu kemarin, ada rasa penyesalan karena saya tidak mendapatkan paparan rancangan kebijakan pengelolaan anggaran Dinas UKM yang hari itu mendapatkan giliran presentasi, tapi paling tidak, ketidakhadiran saya dalam rapat panggar bukan berarti saya tidak menemukan pelajaran hari itu.

Saya tidak hadir dalam rapat panggar karena saya bersama 2 kawan lingkaran pengajian pekanan menjenguk anak kawannya kawan saya yang dirawat di RS Awal Bross Batam. Anak berusia 11 bulan dan dalam kondisi koma. Kedatangan kami disambut dengan deraian air mata dan ratapan kesedihan sang bapak. Miris. Anaknya semakin melemah, tinggal menunggu kepastian ajal menjemput. Sedangkan si ibu sambil terisak melantunkan ayat-ayat surat Ar-rohman. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang (pantas) kau dustakan?”.

Satu jam kami berada disana. Satu jam itu pula kami mendengar ratap, pengharapan, dan kekuatan iman dari orangtua si anak. Dan satu jam setelah kami beranjak, si anak telah kembali diminta Robbnya. MAKA NIKMAT TUHANMU YANG MANAKAH YANG (PANTAS) KAU DUSTAKAN?. Kemudian banyak kawan yang datang ke rumah sakit itu, termasuk saya dan 2 kawan saya juga. Datang untuk menemani orangtua si anak dan mengurus pemakaman si anak. Hiruk pikuk orang datang dan pergi. Tak hanya di rumah sakit, di rumah duka dan dipemakaman juga. Banyak wajah-wajah yang tak dikenal orangtua si anak. Tapi inilah salah satu indahnya bersaudara.

“Ini ujian dari Allah, teguranNya pada saya karena saya tidak pernah bersilaturrahim, saya tidak pernah bersilaturrahim. Allah menegur saya. Maafkan saya” berulangkali dalam tangis si bapak kalimat ini yang diucapkan pada setiap orang yang datang. Saya, dan mungkin orang lain juga, menduga-duga apa maksudnya.

Ternyata si bapak punya sejarah kecewa terhadap saudara-saudara dalam lingkaran pengajiannya karena menganggap saudara-saudaranya tidak peduli padanya, terutama disaat ia membutuhkan. Terlebih dalam moment pilkada di daerahnya. Banyak janji-janji kepada masyarakat yang menurutnya tak pernah ditepati. Kekecewaan yang membuat ia tak lagi mau ikut produktif dalam amal sholeh bersama. Ia hanya datang waktu pengajian dan setelah itu kembali sibuk dengan kerja duniawinya.

Hemm, inilah fakta sejarah kita, fakta sejarah yang hari itu saya temukan. Ada, bahkan mungkin banyak, saudara-saudara kita yang mengalami kekecewaan terhadap saudaranya yang lain dengan berbagai latar alasan kecewa dan kesalahan saudaranya. Dan itu nyata. Saya pun pernah mengalami ketika masih aktif dikampus. Bukan hanya kecewa tapi juga bersalah. Itu tabiat manusia, salah dan khilaf.

Suatu saat kita akan mengalami titik balik itu. Hari ini kita suka besok kecewa, hari ini benar besoknya salah, hari ini produktif esok sudah apatis. Saya hanya ingin kita berlapang dada dalam memaafkan dan meminta maaf. Berikan prasangka baik pada setiap orang, karena semua punya hak untuk memperbaiki kesalahan, berubah menjadi lebih baik.

Ini bukan untuk menghakimi yang satu dan membenarkan lainnya. Persoalan umat masih banyak yang harus diselesaikan. Mengapa kita justru terus berkutat dengan masa lalu. Kapan melangkah kedepannya? Persatuan adalah jawaban untuk menuntaskan perubahan. Menghusung perbaikan-perbaikan dan menghindari sebanyak mungkin kesalahan-kesalahan yang akan terbuat.

Saudara kita berhak untuk berubah menjadi lebih baik, maka dukunglah ia…